Sponsor

Thursday, February 6, 2014

Menjejaki Kehidupan Masyarakat Suku Kajang Di Kepulauan Sulawesi...

Suku Kajang atau yang lebih dikenali dengan Adat Ammatoa adalah sebuah suku yang terdapat pada kebudayaan di Sulawesi selatan.  Masyarakat Kajang boleh ditemui di sekitar Kabupaten Bulukumba lebih tepatnya kecamatan kajang. Sebuah Suku Tradisional yang masih kuat berpegang pepada adat istiadatnya yang sangat rumit. Berada sekitar 250 km dari kota Makasar. Hingga saat ini suku Kajang hidup dan tinggal diatas tanah yang mereka anggap sebagai tanah warisan leluhur. Dan mereka menyebutnya Tana Toa. 


Masyarakat Kajang yang beradatkan Ammatoa ini biasanya tinggal secara berkelompok dalam suatu kawasan hutan yang luasnya sekitar 50 km. Kehidupan mereka yang menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal modenisasi. Memilih kehidupan begini, mungkin disebabkan oleh hubungan masyarakat  yang terlalu bergantong kepada adat dan pantang larang nya. Kehidupan mereka hanya dikelilingi hutan. 


Di Tana Toa ini suku Kajang tinggal di kawasan hutan dan terbahagi menjadi dua kelompok, suku Kajang luar dan suku Kajang dalam. Suku Kajang luar hidup dan menetap di tujuh desa di Bulukumba. Sedangkan suku Kajang dalam  tinggal di dusun Benteng. Hingga saat ini kehidupan suku Kajang luar lebih moden berbanding suku Kajang dalam.


Dulu suku Kajang memeluk agama Panuntung atau tuntutan. Tapi belakangan ini tidak sedikit dari mereka yang memeluk agama Islam. Pada prinsipnya Panuntung mengkiblatkan diri pada pesan-pesan dari suku Kajang yaitu hidup sederhana dan apa adanya.

Suku Kajang dalam lebih teguh memegang adat dan tradisi moyang mereka dibanding penduduk kajang luar yang tinggal di luar perkampungan. Rumah-rumah panggung yang semuanya menghadap ke barat tersusun rapi, khususnya yang berada di Dusun Benteng tempat rumah Amma Toa berada. Tampak beberapa rumah yang berjajar dari utara ke selatan. Di depan barisan rumah terdapat pagar batu kali setinggi satu meter. Rumah Amma Toa berada beberapa rumah dari utara.

Masyarakat Kajang memilih warna hitam sebagai Warna Adat. Warna hitam mempunyai makna tersendiri bagi Mayarakat Ammatoa sebagai satu bentuk persamaan dalam segala hal, termasuk kesamaan dalam kesederhanaan. tidak ada warna hitam yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya. Semua hitam adalah sama. Warna hitam menunjukkan kekuatan, kesamaan darjat bagi setiap orang di depan sang pencipta. Kesamaan dalam bentuk kelahiran serta kelestarian hutan yang harus di jaga keasliannnya sebagai sumber kehidupan.Namun belakangan ini hanya Ammatoa dan pemuka adat yang tetap berpakaian hitam. Sementara warga suku Kajang lain hanya mengenakan pakaian hitam saat upacara adat atau menghadap Ammatoa.

Dari penggunanaan bahasa, Masyarakat Kajang mengamalkan bahasa bugis konjo sebagai bahasa komunikasi sesama masyarakat kajang.Rasa persaudaraan yang kuat diantara warga Suku Kajang membuat kerasnya peraturan yang diterapkan seolah sirna. Secara bersama-sama mereka berupaya melestarikan peraturan leluhurnya dengan hidup seolah mengasingkan diri dari dunia luar. Namun dalam keterasingannya itu, setiap warga hidup berbahagia tanpa pernah kekurangan kebutuhan sandang, pangan, maupun papan. Bahkan persediaan makanan mereka selalu berlimpah ruah sepanjang tahun....







Diluar keyakinan adat yang hingga saat ini masih terus dipelihara, suku Kajang pun memiliki peradaban kuno yang mengagumkan. Adalah makam dengan nisan batu  berukuran besar  merupakan bukti kuno  peninggalan sejarah yang kuat. Adanya jejak-jejak arkeologis di Tana Toa membuat warga suku Kajang percaya bahwa mereka bukan hanya memiliki sejarah peradaban yang panjang. Namun suku Kajang merupakan leluhur raja-raja di Sulawesi Selatan....

0 comments:

Post a Comment

http://penburukonline.blogspot.my/